Merdeka.com - Tan Malaka merupakan tokoh yang memiliki peranan penting dan berjasa besar dalam perjalanan revolusi Indonesia. Namun, hingga kini belum ada kepastian soal di mana Bapak Republik Indonesia itu dimakamkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti sekaligus penulis bukuTan Malaka , Harry Poeze, Tan Malaka tewas ditembak pasukan Letnan Dua Soekotjo dari Batalyon Sikatan bagian Divisi Brawijaya, pada 21 Februari 1949 di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Berdasarkan hasil penelitiannya, pria asal Belanda itu yakin Tan Malaka dimakamkan di desa tersebut.
Alhasil, pada 12 November 2009 lokasi yang diduga menjadi makamTan Malaka dibongkar. Tim identifikasi Tan Malaka dibentuk yang terdiri dari dua dokter spesialis forensik Djaja Surya Atmadja Evi Untoro serta dokter gigi ahli odontologi forensik Nurtamy Soedarsono.
Di kedalaman 2 meter ditemukan kerangka tanpa rambut yang terbaring miring menghadap barat atau kiblat umat Islam. Tinggi jasad itu sekitar 163-165 Cm. Kerangka tersebut dalam kondisi rapuh dan sebagian besar tulang kecil sudah tidak ada lagi.
Tulang-tulang panjang hanya ada bagian tengahnya saja, rapuh dan bagian sumsumnya berisi akar dan tanah. Berdasarkan pemeriksaan antropologi forensik, jasad itu memiliki riwayat sakit gigi. Jasad itu juga memiliki riwayat pernah ditembak di bagian kaki.
"Semua ciri-ciri itu sama dengan Tan Malaka ," kata Poeze saat berbincang denganmerdeka.com sesaat sebelum diskusi peluncuran buku 'Tan Malaka: Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia Jilid IV di kantor Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG), Wisma Kodel, Jakarta, Kamis (23/1).
Diketahui, saat perjalanan bersama para pengawalnya dari Desa Belimbing ke arah Selatan untuk mencari kesatuan yang simpati kepadanya, Tan Malaka tengah luka tembak di bagian kaki. Hal itu mengakibatkan Tan Malaka sulit untuk berjalan dan harus dipapah.
Poeze yakin 100 persen kerangka yang ada di dalam makam itu adalah Tan Malaka . Dia juga membantah jika Tan Malaka ditembak mati bersama para pengawalnya dan dibuang di sungai Brantas.
"Tidak betul itu," katanya.
Namun hingga kini tes DNA terhadap kerangka tersebut belum juga membuahkan hasil. Salah satu penyebabnya, DNA kerangka itu telah rusak karena tanah makam mengandung kadar asam tinggi yang merusak DNA.
Sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam menyatakan, meski memiliki jasa besar terhadap Indonesia,Tan Malaka baru dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno pada 1963. Saat itu, Soekarno memiliki kepentingan agar tak ada lagi perpecahan yang berakibat pada kekuasaannya.
"Soekarno gak mau lagi ada perpecahan setelah PRRI," katanya.
Di era Orde Baru, Tan Malaka dihilangkan dari sejarah. Walau gelar pahlawan baginya tak dicabut, di era itu tak ada pelajaran sekolah yang menyebut dan mengajarkan soal Tan Malaka .
Karena itu, Asvi meminta agar negara meminta maaf dan merehabilitasi nama Tan Malaka . Salah satunya adalah dengan memindahkan kerangka yang berada di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, itu ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.
Meski tes DNA belum membuahkan hasil apakah kerangka tersebut adalah Tan Malaka atau bukan, menurutnya hal itu tak menjadi alasan.
"Biarkan dokter Djaja terus berusaha bahkan hingga keliling dunia untuk menguji DNA itu, tapi pemindahan makam Tan Malaka harus segera dilakukan, karena sudah empat tahun dari semenjak makam itu dibongkar, sudah terlalu lama," katanya kemarin