Tadi
waktu buka facebook (padahal sih g
punya facebook) ada satu berita yang
menarik nih. Makanya saya pingin nge-share ke kalian semua biar sama-sama
tambah wawasan. Bersumber dari Merdeka.com, ada ulasan mengenai kerja keras.
Ternyata kerja keras itu punya dampak buruk lho.
Bayangkan
ketika kita terbaring di tempat tidur, di penghujung usia kita. Apakah Kita
akan berpikir bahwa seharusnya bekerja lebih keras dan menggunakan semua waktu Kita
untuk bekerja saat masih sehat? Kebanyakan orang tak akan berpikir demikian. Bekerja
keras memang baik dilakukan demi alasan profesional, untuk memenuhi kebutuhan
hidup, atau menggapai mimpi dan cita-cita Kita. Namun terlalu banyak bekerja
dan tak memiliki waktu libur serta istirahat yang cukup ditengarai bisa
menyebabkan kematian
dini. Baru-baru ini sebagai contohnya adalah seorang copywriter
asal Indonesia yang meninggal setelah bekerja 30 jam nonstop. Juga seorang
pegawai intern berusia 21 tahun di Bank of America yang meninggal setelah
bekerja lembur delapan hari selama dua minggu berturut-turut. Tentu saja,
kasus-kasus di atas sebenarnya tak terjadi dalam jumlah yang banyak. Namun
pelajaran yang bisa diambil adalah kesehatan tubuh kita sangat terpengaruh oleh
cara kita bekerja. Kematian bukan satu-satunya hal buruk yang bisa Kita alami
akibat terlalu banyak bekerja. Berikut adalah dampak lain yang ditimbulkan dari
bekerja keras.
·
Bekerja keras merusak kesehatan tubuh dan otak
Sebuah
penelitian di Framingham Heart Study menemukan bahwa pekerja yang menggunakan
jatah cuti mereka memiliki risiko terkena serangan jantung yang lebih kecil.
Pada pria, risiko serangan jantung menurun hingga 30 persen, sementara pada
wanita menurun 50 persen, seperti dilansir oleh Daily Health Post (10/01).
Tak
hanya mempengaruhi kesehatan tubuh, terlalu banyak bekerja juga ditengarai bisa
merusak fungsi otak. Sebuah penelitian di America Journal of Epidemology
menemukan bahwa karyawan negara yang bekerja lebih dari 55 jam seminggu
memiliki kemampuan otak yang lebih rendah dibandingkan dengan karyawan negara
yang bekerja 40 jam seminggu. Hasil ini ditemukan setelah peneliti mengamati
karyawan negara selama lima tahun. Bekerja sepanjang hari juga meningkatkan
risiko terkena depresi. Hal ini dibuktikan oleh penelitian di Plos One yang
dilakukan pada 2.000 orang pekerja di Inggris selama enam tahun. Hasilnya
menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja lebih dari 11 jam sehari memiliki
risiko terkena depresi dua kali lipat dibandingkan karyawan yang bekerja
delapan jam sehari.
·
Bekerja keras juga merusak karir
Kebanyakan
orang berpikir bahwa bekerja keras akan membuat pekerjaan mereka lebih baik dan
bisa memberikan garansi untuk promosi atau kenaikan gaji. Kita mungkin terkejut
jika mengetahui bahwa yang terjadi justru sebaliknya. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Tony Schwartz pada tahun 2006 menunjukkan bahwa yang terjadi tak
seperti itu.
Faktanya,
penelitian ini justru mengungkap adanya hubungan positif antara jatah cuti
dengan performa kerja karyawan. Karyawan yang mengambil jatah cuti mereka
setiap tahun justru memiliki performa yang lebih baik dan memiliki kenaikan
review sebanyak delapan persen lebih tinggi dibandingkan karyawan yang tak
mengambil jatah cuti mereka.
Hasil
penelitian ini tak berarti mendorong Kita untuk bersikap malas-malasan dalam
bekerja, namun bekerjalah dengan cerdas dan jangan abaikan kesehatan Kita.
Jangan jadi bagian dari 44 persen karyawan yang tak mengambil jatah cuti mereka
hanya karena ingin bekerja keras. Kita juga harus mempertimbangkan kesehatan
tubuh, pikiran, hubungan dengan keluarga, dan karir Kita sendiri!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar