Jumat, 17 Januari 2014

Dampak Kerja Keras

Tadi waktu buka facebook (padahal sih g punya facebook) ada satu berita yang menarik nih. Makanya saya pingin nge-share ke kalian semua biar sama-sama tambah wawasan. Bersumber dari Merdeka.com, ada ulasan mengenai kerja keras. Ternyata kerja keras itu punya dampak buruk lho.
Bayangkan ketika kita terbaring di tempat tidur, di penghujung usia kita. Apakah Kita akan berpikir bahwa seharusnya bekerja lebih keras dan menggunakan semua waktu Kita untuk bekerja saat masih sehat? Kebanyakan orang tak akan berpikir demikian. Bekerja keras memang baik dilakukan demi alasan profesional, untuk memenuhi kebutuhan hidup, atau menggapai mimpi dan cita-cita Kita. Namun terlalu banyak bekerja dan tak memiliki waktu libur serta istirahat yang cukup ditengarai bisa menyebabkan kematian dini. Baru-baru ini sebagai contohnya adalah seorang copywriter asal Indonesia yang meninggal setelah bekerja 30 jam nonstop. Juga seorang pegawai intern berusia 21 tahun di Bank of America yang meninggal setelah bekerja lembur delapan hari selama dua minggu berturut-turut. Tentu saja, kasus-kasus di atas sebenarnya tak terjadi dalam jumlah yang banyak. Namun pelajaran yang bisa diambil adalah kesehatan tubuh kita sangat terpengaruh oleh cara kita bekerja. Kematian bukan satu-satunya hal buruk yang bisa Kita alami akibat terlalu banyak bekerja. Berikut adalah dampak lain yang ditimbulkan dari bekerja keras.
·         Bekerja keras merusak kesehatan tubuh dan otak
Sebuah penelitian di Framingham Heart Study menemukan bahwa pekerja yang menggunakan jatah cuti mereka memiliki risiko terkena serangan jantung yang lebih kecil. Pada pria, risiko serangan jantung menurun hingga 30 persen, sementara pada wanita menurun 50 persen, seperti dilansir oleh Daily Health Post (10/01).
Tak hanya mempengaruhi kesehatan tubuh, terlalu banyak bekerja juga ditengarai bisa merusak fungsi otak. Sebuah penelitian di America Journal of Epidemology menemukan bahwa karyawan negara yang bekerja lebih dari 55 jam seminggu memiliki kemampuan otak yang lebih rendah dibandingkan dengan karyawan negara yang bekerja 40 jam seminggu. Hasil ini ditemukan setelah peneliti mengamati karyawan negara selama lima tahun. Bekerja sepanjang hari juga meningkatkan risiko terkena depresi. Hal ini dibuktikan oleh penelitian di Plos One yang dilakukan pada 2.000 orang pekerja di Inggris selama enam tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja lebih dari 11 jam sehari memiliki risiko terkena depresi dua kali lipat dibandingkan karyawan yang bekerja delapan jam sehari.
·         Bekerja keras juga merusak karir
Kebanyakan orang berpikir bahwa bekerja keras akan membuat pekerjaan mereka lebih baik dan bisa memberikan garansi untuk promosi atau kenaikan gaji. Kita mungkin terkejut jika mengetahui bahwa yang terjadi justru sebaliknya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tony Schwartz pada tahun 2006 menunjukkan bahwa yang terjadi tak seperti itu.
Faktanya, penelitian ini justru mengungkap adanya hubungan positif antara jatah cuti dengan performa kerja karyawan. Karyawan yang mengambil jatah cuti mereka setiap tahun justru memiliki performa yang lebih baik dan memiliki kenaikan review sebanyak delapan persen lebih tinggi dibandingkan karyawan yang tak mengambil jatah cuti mereka.

Hasil penelitian ini tak berarti mendorong Kita untuk bersikap malas-malasan dalam bekerja, namun bekerjalah dengan cerdas dan jangan abaikan kesehatan Kita. Jangan jadi bagian dari 44 persen karyawan yang tak mengambil jatah cuti mereka hanya karena ingin bekerja keras. Kita juga harus mempertimbangkan kesehatan tubuh, pikiran, hubungan dengan keluarga, dan karir Kita sendiri!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar